BAGIAN KEDUA
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM
PENGANTAR
Proses pendidikan telah ada ,sejalan dengan berlangsungya
sosial dan budaya dipermukaan bumi ,Allah telah menurunkan petunjuk dengan
mengutus melalui rasul agar tidak terjadi penyimpangan. Pendidikan islam adalah
penggunaan ajaran islam sebagai pedoman dalam proses pewarisan dan pengembangan
budaya umat manusia.
Pertumbuhan dan perkembangan pendidikan dimulai sejak zaman nabi
Muhammafd SAW,Ini terbagi dalam 5 Periode :
1.Peroiode pembinaan pendidikan islam ,yang berlangsung pada zaman
Nabi Muhamad.
2.Setelah Nabi Wafat sampai
masa akhir bani umayah yang diwarnai dengan perkembangan ilmu-ilmu naqliah.
3. Zaman puncak ketika Daulah Abbasiyah sampai dengan jatuhnya
baghdad
4.Periode kemunduran pendidikan islam .,yaitu jatuhnya keBaghdad
sampai jatuhnya mesir ketangan Napolen ditandai dengan runtuhnya–sendi-sendi
kebudayaan islam dan berpindahnya pusat –pusat pengembangan kebudayaan ke dunia
Barat.
5.Periode pembaharuan pendidikan isalm ,Berlangsung sejak
pendudukan mesir oleh Napoleon sampai masa kini ,yang ditandai gejala-gejala
kembangkitan kembali umat dan kebudayaan islam.
A.MASA PEMBINAAN PENDIDIKAN ISLAM.
Masa proses penurunan ajaran islam kepada Nabi Muhamad SAW
,Berlangsung sejak Muhamad menerima wahyu dan pengangkatannya menjadi Rasul
,sampai dengan lengkap dan sempurna
ajaran islam menjadi warisan budaya umat islam ,masa tersebut selama 22 /23
tahun ,17 Ramadhan 13 tahun sebelum Hijrah sampai dengan wafatnya pada tanggal 12
Rabi’ul awal 11 Hijrah .Fungsi ajaran islam untuk meluruskan pekembangan budaya
umat manusia yang ada pada zamannya dan memacu perkembangan selanjutnya.Tugas
Muhammad adalah menata kembali unsur –unsur budaya yang telah ada dikalangan bangsanya dan meletakan unsur baru
yang akan menjadi unsur –unsur baru yang akan menjadi dasar bagi perkembangan
selanjutnya.
Muhammad lahir di Arab dari keturunan Ibrahim jadi warisan ibrahim
adalah ka’bah sebagai pusatnya ajaran Tauhid .Nabi Muhammad memulai tugasnya
dengan membersihkan tauhid ini dari syirik dan penyembahan terhadap berhala-berhala. Dalam pembinaanya berdasarkan petunjuk dan
bimbingan langsung dari Allah dan menyampaikannya kepada umatnya agar
kumpulan-kumpulan dari wahyu tersebut Al-Quran diterima dan dijadikan sebgai
bagian yang takterpisahkan dari kehidupan umatnya.kemudian menjelaskan dan
memberi petunjuk serta teladan bagaimana melaksanakannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Tahap pelaksanaan zaman Nabi :
1. Pelaksanaan Pendidikan Dimakkah
Sebelum nabi menjadi Rasul , Allah telah mendidik dan
mempersiapkannya untuk memulai tugasnya melalui pengalaman ,pengenalan serta
perannya dalam kehidupan bermasyarakat .
Muhammad sering melakukan tahanus di Gua Hira untuk mendapatkan
kebenaran dan petunjuk yang berasal dari Allah ,Dan disanalah ia dilantik oleh
allah menjadi pendidik bagi umatnya .Pada bulan ramadhan datanglah kepastian
kepadanya bahwa telah mendapatkan kebenaran yang dicarinya.
Kebenaran itu adalah
intisari ajaran nabi ibrahim ,dan pokok
–pokok kebenaran yang dihayatinya oleh Muhamad yang kemudian terkalamkan dalam
surat al-fatihah ,Nabi di utus untuk mmeluruskan kembali umatnya nabi Ibrahim
yang melenceng dari agamanya .
Serbagi petunjuk Muhammad muali menerima wahyu dari Allah sewaktu
beliau telah mencapi 40 tahun yaitu pada tanggal 17 ramadhan tahun 13 sebelum
hijrah .Petunjuk tersebut dalam (surat Al-alaq 1-5) Perintah yang pertama
tertuju kepada apa yang harus dilakukan baik terhadap dirinya sendiri maupun
terhadap orang lain agar beliau memperingatkan kepada umatnya ,materi
pendidikan sedikit demi sedikit setiap kali menerima wahyu segera ia sampaikan
kepada umatnya diiringi penjelasan dan contoh-contoh bagaimana pelaksanannya.Pendidikan
yang dimulai dari bertahap-tahap dimulai dari keluarga teman dekatnya secara
sembunyi-sembunyi selama 3 tahun. setelah itu secara terng-terangan secara
meluas dikalangan penduduk makkah dan luar makkah.
a.Pendidikan tauhid ,dalam teori dan praktek
Tugas Muhammad yaitu memencarkan kembali sinar tauhid dalam
kehidupan bangsa arab.Muhamad memperoleh kesadaran dan penghayatan yang mantap dalam
surat Al-fatihah .Pokok-pokonya Allah adalah pencipta alam semesta yang
sebenarnya dan yang paaaatut disembah.
Pelaksananya ternyata bertentangan dengan praktek kehidupan
umatnya sehingga wajarlah banyak
penentang ,pelaksanaan pendidikan dilaksanakan dengan bijaksana dengan menuntun
akal pikiran untuk mendapatkan menerima tauhid yang diajarkan dan sekaligus
memberi contoh bagaimana pelaksanaan ajaran tersebut dan mempraktekan
pelaksanaan sesuai dengan apa yang dicontohkan.
Mahmud
Yunus,dalam bukunya Sejarah Pendidikan Islam menyatakan bahwa pembinaan
pendidikan islam pada masa ini meliputi:
- Pendidikan
keagamaan .Yaitu hendaklah dengan membaca nama Allah semata-mata, jangan
mempersekutukannya dengan nama berhala,karena Tuhan itu Maha Besar dan
Maha Pemurah,sebab itu hendaklah dieyahkan berhala itu sejauh-jauhnya.
- Pendidikan
akhliyah dan ilmiyah. Yaitu mempelajari
kejadian manusia dari segumpal darah dan kejadian alam semesta
- Pendidikan akhlak
dan budi pekerti. Nabi Muhammad SAW mengajar sahabatnya agar berakhlak baik sesuai
dengan ajaran tauhid.
- Pendidikan jasmani
(kesehatan).Yaitu mementingkan
kebersihan pakaian, badan dan tempat kediaman.
Dalam pelaksanaan
pendidikan islam ini. Nabi mengajak umatnya untuk membaca, memperhatikan dan
memikirkan kekuasaan dan kebesaran Allah dan diri manusia sendiri. Nabi
memberikan teladan dan contoh dalam pelaksanaan sehari-hari, kemudian
memerintahkan umatnya untuk mengikutinya.Kebiasaan orang-orang arab membaca
syair-syair yang berisi pujian kepada tuhan-tuhan mereka diganti dengan membaca
Al-Qur’an. Kebiasaan memulai pekerjaan dengan menyebut nama berhala di ganti
dengan membaca basmalah.Dengan keadaan seperti ini maka Nabi pun mengajarkan
Al-Qur’an dengan jalan membacakan ayat-ayat yang diterima dari Alloh, lalu Nabi
memerintah sahabat yang pandai menulis, untuk menulis ayat-ayat tersebut
sesuai dengan yang di bacakan oleh Nabi dan yang mereka hafalkan.
Nabi Muhammad juga mengajarkan alqur’an karena al-qur’an merupakan inti
sari dan sumber pokok ajaran islam. Disamping itu Nabi Muhamad SAW. Karena Masyarakat
arab dikenal sebagai masyarakat yang ummi sehingga Nabi mengajarkannya.Orang
yang pandai menulis diantarnya : Umar bin khattab ,ali bin abi thalib dari
kalangan wanita Hafsah.
Nabi disuruh membaca oleh Allah sehingga punya sasaran untuk pengajaran
Al-quran.Allah menyampaikan Al-quran secara berangsur-angsur lalu Nabi langsung
menyampaikannya ,sahabat disuruh membaca dan menulis ayat-ayat yangsudah
dihapal.Kemudian mengatur dan menetapkan urutan ayat-ayatnya,memberi nama surat
.
2. Pendidikan
Islam di Madinah
Hijrah dari Makkah ke Madinah bukan hanya sekedar berpindah dan
menghindarkan diri dari tekanan dan ancaman kaum Quraisy dan penduduk Makkah
yang tidak menghendaki pembaharuan terhadap ajaran nenek moyang mereka, tetapi
juga mengandung maksud untuk mengatur potensi dan menyusun kekuatan dalam
menghadapi tantangan-tantangan lebih lanjut, sehingga akhirnya nanti terbentuk
masyarakat baru yang di dalamnya bersinar kembali mutiara tauhid warisan
Ibrahim yang akan disempurnakan oleh Muhammad SAW melalui wahyu Allah.
Di dalam periode Makkah ciri pokok
pembinaan pendidikan islam adalah pendidikan tauhid, maka pada periode madinah
ini ciri pokok pembinaan pendidikan islam dapat dikatakan sebagai pendidikan
sosial dan politik. Tetapi sebenarnya antara dua ciri tersebut bukanlah
merupakan dua hal yang dipisahkan satu dengan yang lain. Kalau pembinaan pendidikan
di Makkah titik pokoknya adalah menanamkan nilai-nilai tauhid kedalam jiwa tiap
individu muslim, agar dari jiwa mereka terpancar sinar tauhid dan tercermin
dalam perbuatan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan
pembinaan pendidikan di Madinah pada hakikatnya ialah merupakan lanjutan dari
pendidikan tauhid di Makkah, yaitu pembinaan di bidang pendidikan sosial dan
politik agar dijiwai oleh ajaran tauhid, sehingga akhirnya tingkah laku sosial
politiknya merupakan cermin dan pantulan sinar tauhid tersebut.
Cara Nabi melakukan pembinaan dan pengajaran
pendidikan agama islam di Madinah adalah sebagai berikut:
- Pembentukan dan pembinaan masyarakat baru,
menuju satu kesatuan sosial dan politik.
Masalah pertama yang di hadapi Nabi Muhammad SAW
dan kaum Muhajirin adalah tempat tinggal. Untuk sementara para kaum Muhajirin
bisa menginap dirumah-rumah kaum Anshor. Tetapi beliau sendiri memerlukan suatu
tempat khusus ditengah-tengah ummatnya sebagai pusat kegiatan, sekaligus
sebagai lambang persatuan dan kesatuan diantara kedua kelompok masyarakat yang
mempunyai latar belakang kehidupan yang berbeda.[1][13]Oleh karena itu Nabi
memerintahkan untuk membangun masjid. Masjid itu telah menjadi pusat pendidikan
dan pengajaran. Dibawah ini adalah masjid yang
berada di Madinah,
“Masjid Quba “Masjid Nabawi”
Nabi Muhammad SAW mulai
meletakkan dasar-dasar terbentuknya masyarakat yang bersatu padu secara intern
(ke dalam), dan keluar diakui dan disegani oleh masyarakat lainnya (sebagai
satu kesatuan politik). Dasar-dasar tersebut adalah:
1.
Nabi Muhammad SAW mengikis habis sisa-sisa permusuhan dan pertentangan antar
suku, dengan jalan mengikat tali persaudaraan di antara mereka.
2. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Nabi
Muhammad menganjurkan kepada kaum Muhajirin untuk berusaha dan bekerja sesuai
dengan kemampuan dan pekerjaan masing-masing seperti waktu di Makkah.
3.
Untuk menjalin kerjasama dan saling menolong, turunlah syari’at zakat dan puasa
yang merupakan pendidikan bagi warga masyarakat dalam tanggung jawab sosial.
4. Disyaria’atkannya media komunikasi
berdasarkan wahyu, yaitu shalat jum’at yang dilaksanakan secara berjama’ah. Rasa memiliki kebanggaan sosial tersebut lebih
mendalam lagi setelah Nabi Muhammad SAW mendapat perkenan dari Allah untuk
memindahkan kiblat dalam shalat dari baitul Maqdis ke Baitul Haram di Makkah.[2][14]
Tugas selanjutnya yang dihadapi Nabi adalah membina dan mengembangkan
persatuan dan kesatuan masyaraka islam yang baru tumbuh tersebut, sehingga
mewujudkan satu kesatuan social dan kesatuan politik.
Setelah selesai Nabi Muhammad SAW mempersatukan kaum muslimin, sehingga
menjadi bersaudara, lalu Nabi mengadakan perjanjian dengan kaum Yahudi,
penduduk Madinah. Dalam perjanjian itu ditegaskan, bahwa kaum Yahudi bersahabat
dengan kaum muslimin, tolong- menolong , bantu-membantu, terutama bila ada
serangan musuh terhadap Madinah. Mereka harus memperhatikan negeri bersama-sama
kaum Muslimin, disamping itu kaum Yahudi bebas memeluk agamanya dan bebas
beribadah menurut kepercayaannya. Inilah salah satu perjanjian persahabatan
yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.
- Pendidikan sosial politik dan kewarganegaraan
Pelaksanaan pendidikan
sosial politik dan kewarganegaraan secara ringkas dapat di kemukakan sebagai
berikut :
1. Pendidikan ukhuwah (persaudaraan)
2. Pendidikan kesejahteraan sosial
3. Pendidikan kesejahteraan keluarga dan
kerabat
4. Pendidikan hankam
c. Pendidikan anak dalam islam
Dalam islam, anak merupakan pewaris ajaran islam yang dikembangkan oleh
Nabi Muhammad SAW dan generasi muda muslimlah yang akan melanjutkan misi menyampaikan islam
ke seluruh penjuru alam. Oleh
karenanya banyak peringatan-peringatan dalam Al-qur’an berkaitan dengan itu.
Adapun garis-garis besar materi pendidikan anak dalam islam yang
dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagaimana yang diisyaratkan oleh Allah SWT
dalam surat Luqman ayat 13-19 adalah sebagai berikut:
1) Pendidikan Tauhid
2) Pendidikan Shalat
3) Pendidikan adab sopan santun dalam
bermusyawarah
4) Pendidikan adab dan sopan santun dalam
keluarga
5) Pendidikan kepribadian.
d. Pendidikan
Hankam (pertahanan dan keamanan) Dakwah Islam
Masyarakat kaum muslimin merupakan satu state
(negara) di bawah bimbingan nabi Muhammad saw yang mempunyai kedaulatan.
Ini merupakan dasar bagi usaha dakwahnya untuk menyampaikan ajaran Islam kepada
seluruh umat manusia secara bertahap. Oleh karena itu setelah masyarakat kaum
muslimin di Madinah berdiri dan berdaulat, usaha nabi
Muhammad Saw berikutnya adalah memperluas pengakuan kedaulatan tersebut dengan
jalan mengajak kabilah-kabilah sekitar Madinah untuk mengakui konstitusi
Madinah. Ajakan tersebut disampaikan dengan baik-baik dan bijaksana.
Pertama-tama diajaknya untuk masuk islam dengan
penjelasan-penjelasan yang meyakinkan tentang kebaikan ajaran islam dan
kebenarannya, serta menunjukkan ketidakbenaran mereka. Kalau mereka tidak mau
maka mereka tidak dipaksa karena islam tidak akan memaksakan agama kepada
mereka.
Kepada mereka yang tidak mau masuk islam beliau
berusaha untuk mengikat perjanjian damai. Untuk mereka yang tidak mau mengikat perjanjian damai ada dua
kemungkinan tindakan nabi Muhammad Saw yaitu
a) kalau mererka
tidak menyatakan permusuhan atau tidak menyerang kaum muslimin atau kaum
kabilah yang telah mengikat perjanjian dengan kaum muslimin, maka mereka
dibiarkan saja;
b) tetapi kalau
mereka menyatakan permusuhan dan menyerang kaum muslimin atau menyerang mereka
yang telah mengikat perjanjian damai dengan kaum muslimin, maka harus
ditundukan/diperangi, sehingga merka menyatakan tunduk dan mengakui kedaulatan
kaum muslimin.
B. MASA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM.
Pada masa pembinaannya yang berlangsung pada zaman nabi Muhamad SAW,
pendidikan islam berarti memasukkan ajaran-ajaran islam kedalam unsur-unsur
budaya. Ada beberapa hal yang terjadi dalam pembinaan tersebut :
- islam mendatangkana unsur-unsur yang
sifatnya memperkaya dan melengkapi unsur budaya yang telah ada. Misalkan
Al-Qur’an yang diturunkan kepada nabi muhamad,.
- Islam mendatangkan suatu ajaran yang
bersifat meluruskan kembali ajaran-ajaran yang telah menyimpang dari
ajaran aslinya.
- islam memiliki ajaran yang sifatnya
bertentangan dengan budaya yang ada sebelumnya.
- islam tidak merubah kebudayaan yang
tidak bertentangan dengan ajaran islam yang telah ada sebelum kedatangan
islam, namun tetap mengedepankan pengarahan-pengarahan seperlunya.
- islam mendatangkan ajaran baru yang
belum ada sebelumnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
meningkatkan perkembangan budayanya.
Dengan demikian, terbentuklah suatu tatanan
nilai dan budaya islami yang sempurna dalam ruang lingkup yang sepadan baik
dari segi situasi, waktu dan perkembangan zaman. Tatanan inilah yang diwariskan
pada generasi yang berikutnya untuk dikembangkan baik secara kualitatif, yaitu
meningkatkan nilai budaya yang telah ada sbelumunya maupun kuantitatif, yaitu
mengarahkan pada pembentukan budaya dan ajaran yang baru untuk menambah
kesempurnaan dan kesejahteraan hidup masyarakat.
Pendidikan islam pada masa pertumbuhan,pada
masa perkembangannya, juga pada masa-masa yang berikutnya, memiliki dua
sasaran, yaitu :
- kepada pemuda, yaitu pewarisan ajaran
islam kepada generasi muda (sebagai generasi penerus) kebudayaan islam
dengan pendidikan islam.
- kepada masyarakat lain yang belum
menerima ajaran islam, artinya penyampaian ajaran islam dan usaha
internalisasinya dalam masyarakat yang belum dan baru menerima ajaran
islam yang lazim disebut dengan dakwah islam. Tujuan dari dakwah ini tak
lain adalah agar mereka menerima ajaran islam sebagai suatu sistem
kehidupan.
1.
Pusat-pusat Pendidikan Islam
Seiring dengan perkembangan penyampaian ajaran islam diluar madinah, maka
dipusat-pusat wilayah yang baru dikuasai oleh islam, berdirilah pusat-pusat
pendidikan yang dikuasai oleh para sahabat yang kemudian dikembangkan oleh para
penerus sahabat yang berupa tabi’in dan selanjutnya. Mahmud Yunus dalam bukunya
menerangkan bahwa, pusat pendidikan tersebut tersebar pada wilayah-wilayah
berikut : di Kota Mekah dan Madinah (Hijaz) ,di Kota Basrah dan kufah (Irak),di
Kota Damsik dan Palestina (Syam) dan di Kota Fistat (Mesir).
Dalam pusat-pusat
pendidikan tersebutlah para sahabat memberikan pelajaran tentang pengajaran
agama islam pada para penduduk setempat maupun para penduduk yang datang dari
daerah lain. Para sahabat menyampaikan pendidikan islam dalam bentuk kholaqoh
di masjid atau tempat pertemuan lainnya yang berupa khuttab ataupun madrasah.
Pada masa pertumbuhan islam, terdapat beberapa
madrasah yang terkenal, antara lain
a. Madrasah Makkah
Puru pertama yang mengajar di madrasah ini adalah Mu’ad bin Jabal yang mengajarkan
Al-Qur’an, hukum halal dan haram dalam islam.Pada masa khalifah Abdul Malik bin
Marwan (65 – 86 H), Abdullah bin Abbas turut mengajar ilmu tafsir, hadits,
fiqih, dan sastra.
b. Madrasah Madinah
Madrasah ini lebih termasyhur dari madrasah makkah, karena disini adalah tempat
tinggalnya para sahabat rasulullah, termasuk Abu Bakar, Umar dan juga Usman.
Diantara sahabat yang mengajar di sini adalah, Umar bin Khattab, Ali bin Abi
thalib, Zaid bin Tsabit adalah sahabat yang mahir dalam bidang qiro’at dan
fiqih, sehingga belaiaulah yang mendapatkan tugas untuk penulisan kembali
Al-Qur’an, dan Abdullah bin Umar seorang ahli hadits yang selalu berfatwa
dengan apa yang termaktub dalam hadits dan sebagai pelopor Madzab al Hadits
yang berkembang pada generasi yang berikutnya. Setelah para guru yang dahulu
meninggal maka pengajaran diteruskan oleh para tabi’in, antara lain Sa’ad bin
Musyayab dan Urwah bin Alzubair.
c. Madrasah Basrah
Ulama sahabat yang terkenal di Basrah antara lain, Abu Musa Al Asy’ari yang
terkenal sebagai ahli fiqih, hadits dan ilmu Al-Qur’an, dan Anas bin Malik yang
termasykhur dalam ilmu hadits. Diantra guru yang mengajar di sini adalah Hasan
Al-Basri seorang ahli fiqih, ahli pidato, dan kisah serta seorang yang ahli fikir
dan tasawauf, dan juga Ibnu Sirin seorang ahli hadits dan ilmu fiqih.
d. Madrasah Kufah
ulma sahabat yang terkenal adalah Ali bin Abi Tahlib yang mengusrui msalah
politik dan pemerintahan, dan Abdullah bin Mas’ud sebagai guru agama yang diutus
langsung oleh khalifah Umar, disamping itu beliau adalah seorang ahli fiqih,
tafsir dan banyak meriwayatkan hadits-hadits Rasulullah SAW.
e. Madrasah Damsyik
setelah negeri Syam menjadi bagian dari negeri islam, maka khalifah Umar bin
Khattab mengirimkan tiga guru agama yang ditempatkan pada tempat yang berbeda,
antara lain Muadz bin Jabal di Palestina, Abu Dardak di Damsyik, dan Ubadah di
Hims. Madrasah ini juga mampu melahirkan imam penduduk syam Abdurrahman
Al-Auza’i yang ilmunya sederajat dengan Imam Malik dan Abu Hanifah.
f. Madrsah Fistat
(Mesir)
Sahabat yang semula mendirikan madrasah ini adalah Abdullah bin Amr Al-As
merupakan seorang yang ahli dalam ilmu hadits. Kemudian guru yang termasyhur
setelah nya adalah Yazid bin Abu Habib Al-Nuby dan Abdillah bin Abu Ja’far bi
Rabi’ah.
Pada masa pertumbuhan pendidikan islam ini terdapat empat orang Abdullah yang
memiliki jasa yang sangat besar dalam mengajarkan ilmu-ilmu agama yang tersebar
di berbagai kota, antara lain :
- Abdullah bin Umar di Madinah
- Abdullah bin Masy’ud di Kuffah
- Abdullah bin Abbas di Makkah
- Abdullah bin Amr bin Al-Ash di Mesir
Namun para
sahabat tersebut tidak menghafal semua perkataan nabi dan tidak lansung melihat
tindakan nabi, sehingga ini memaksa para murid-muridnya untuk belajar ilmu
tidak cukup hanya pada satu ulama. Sehingga mereka harus menjelajahi beberapa
kota untuk melanjutkan pendidikannya.
3. Pengajaran Al-Qur’an
Intisari ajaran islam
adalah apa saja yang termaktub dalam Al-Qur’an, sedangkan penjelasan dari apa
yang terdapat dalam Al-Qur’an adalah Hadits. Nabi Muhamada telah dengan
sempurna memberikan penjelasan dari apa-apa yang dimaksudkan oleh Al-Qur’an.
Sehingga rasulullah dianggap telah sempurna dalam penyampaian Al-Qur’an dalam
menyampaikan isi kandungan Al-Qur’an sesuai dengan masa itu, sekaligus beliau
pula telah memberikan contoh yang sempurna tentang bagaimana cara mempraktekkan
dan menjalankan ajaran-ajaran Al-Qur’an.
Keadaan berubah ketika rasulullah meninggal dunia, bila dulu pengajaran
Al-Qur’an bersumber langsung dari Rasulullah SAW maka sekarang bersumber dari
para sahabat yang menyampaikan ajaran Al-Qur’an berdasarkan cara-cara yang
digunakan oleh Rasulullah SAW, hal ini pun berlanjut pada generasi selanjutnya
agar ajaran Al-Qur’an mampu diteruskan dan disampaikan pada orang yang baru
masuk islam.
Problema pertama yang dialami para sahabat dalam menyampaikan ajaran Al-Qur’an
adalah menyangkut pada Al-Qur’an itu sendiri. Pada saat itu memang Al-Qur’an
telah secara lengkap diturunkan dan ada dalam hafalan para sahabat, namun tidak
semua sahabat hafal Al-Qur’an secara sempurna. Juga pada saat itu al-Qur’an
belum tertulis pada mushaf yang sempurna, yakni Al-Qur’an hanya ditulis oleh
para sahabat yang pandai menulis, sesuai yang diperintahkan oleh nabi Muhamad
sewaktu masih hidup.
Sementara itu dengan meninggalnya para sahabat yang hafal Al-Qur’an,
berarti akan makin berkuranglah nara sumber yang mampu menghafal Al-Qur’an
dengan sempurna. Sehingga timbullah usaha-usaha untuk mengumpulkan Al-Qur’an.
Dalam usaha pengumpulan Al-Qur’an tersebut Abubakar sebagai kholifah memerintah
kan Zaid bin Tsabit untuk menulis Al-Qur’an. Sehingga terkumpullah Al-Qur’an
yang tertulis di atas daun lontar, batu, tanah keras, tulang unta, dan
lain-lain. Dalam mengemban tugasnya ini tentu zaid melakukannya dengan
sangat hati-hati dan teliti, walaupun ia sepenuhnya hafal setiap ayat-ayat yang
ada dalam Al-Qur’an. Dalam mengemban tugasnya Zaid dibantu oleh beberapa
sahabat, yaitu Ubai bin Ka’ab, Ali bi Abi Thalib, dan Usman bin Afant.
Setelah terkumpul semua ayat-ayat Al-Qur’an tersebut, kemudian disusunlah
Al-Qur’an itu dalam tempat yang seragam, sesuai dengan susunan dan urutan yang
ada dalam hafalan para sahabat. Dengan demikian sempurnalah Al-Qur’an dalam
bentuk yang tertulis, dan dalam bentuk bacaan atau hafalan.
Problema yang kemudian muncul dalam pengajaran Al-Qur’an adalah masalah
pembacaan atau qiroat. Bacaan yang terdapat dalam Al-Qur’an adalah dalam bahasa
Arab, sehingga orang yang tidak bisa berbahasa Arab harus menyesuaikan lidahnya
dengan lidah orang Arab. Sehingga dalam pengajaran Al-Qur’an diselingi dengan
pengajaran bahasa Arab praktis.
Kemudian masalah qiroat ini semakin lama semakin jelas terdapat perbedaan pada
cara setiap oarang dalam membacanya, karena setiap orang yang belajar Al-Qur’an
pada para sahabat diajarkan dengan cara yang berbeda-beda sesuai dengan logat
mereka masing-masing. Namun perbedaan dalam penggunaan logat yang berbeda dalam
membaca Al-Qur’an tidak menjadi masalah ketika masih berada pada lingkurang
orang islam yang berbahasa Arab, namun ketika keluar pada kaum muslimin yang
tidak berbahasa Arab, maka timbul rasa ketidak fahaman dan perasaan asing akan
bacaan Al-Qur’an tersebut. Sehingga pada akhirnya terjadilah pemikiran bahwa
bacaannya adalah yang paling benar dan apakah bacaan yang lain itu salah. Hal
ini mulai disadari pada masa pemerintahan Usman bin Afan.
Hal ini pertamakali disadari oleh Hudzaifah bin Yaman ketika ia sedang dalam
pertempuran di Armenia dan Azerbeijan. Selama dalam perjalanannya ia
mendengarkan pertikaian antar kaum muslim, sehingga ia segera ia mengusulkan
pada Kholifah Usman untuk segera mengatasi pertikaian umat islam tersebut.
Usman bin Affan pun meminjam naskah atau lembaran-lembaran Al-Qur’an yang
ditulis pada zaman pemerintahan Abu Bakar yang disimpan oleh Hafshah binti Umar
untuk ditulis kembali ditulis kembali. Dalam penulisan ini Usmant kembali
menunjuk Zaid bin Tsabit dan juga orang-orang yang terlibat dalam penulisan
Al-Qur’an pada masa nabi Muhamad. Dalam penulisan kembali Al-Qur’an ini Usman
memberikan beberapa nasehat pada panitia penulisan, yaitu :
1. mengambil pedoman pada bacaan mereka yang hafal Al-Qur’an
2. kalau ada pertikaian antara mereka tentang bacaan tersebut, maka
haruslah dituliskan pada dialek Quraisy, sebab Al-Qur’an itu diturunkan sesuai
dengan dialek mereka.
Al-qur’an yang telah dikumpulkan ini dinamakan Al-Mushaf, dan dibuat sebanyak
lima buah mushaf. Kemudian dikirimkan oleh khalifah masing-masing ke Makkah,
Syiria, Basrah, dan kuffah, serta yang satu tetap dipegang oleh khalifah di
Makkah. Khalifah Usman berpeasan agar catatan yang sebelumnya di bakar dan
supaya umat islam berpegang kepada mushaf yang lima baik dalam pembacaan maupun
penyalinan yang berikutnya.
Dengan demikian manfaat pembukuan Al-Qur’an pada masa Usman adalah :
- menyatukan kaum muslimin pada satu
macam mushaf yang seragam ejaan tulisannya
- menyatukan bacaan, dan kendatipun
masih terdapat perbedaannya, namun harus tidak berlawanan dengan ejaan
mushaf Utsman. Dan bacaan-bacaan yang tidak sesuai tidak diperbolehkan
- menyatukan tartib susunan surat-surat,
menurut tertib urut sebagai yang kelihatan pada mushaf-mushaf saat ini.
Untuk memudahkan pengajaran Al-Qur’an pada kaum muslimin yang tidak
berbahasa Arab, maka guru Al-Qur’an telah mengusahakan :
- mengembangkan cara membaca Al-Qur’an
dengan baik yang kemudian menimbulkan ilmu tajwid Al-Qur’an
- meneliti cara pembacaan Al-Qur’an yang
telah berkembang pada masa itu, mengenai mana yang sah dan mana yang tidak
sah. Kemudian hal ini menimbulkan adanya ilmu qira’at yang kemudian timbul
dengan apa yang dikenal dengan qira’at al sab’ah
- memberikan tanda-tanda baca dalam
tulisan mushaf, sehingga menjadi mudah dibaca dengan benar bagi mereka
yang baru belajar membaca Al-Qur’an
- memberikan penjelasan tentang maksud
dan pengertian yang dikandung oleh ayat-ayat Al-Qur’an yang diajarkan yang
kemudian berkembang menjadi ilmu tafsir.
3. Pertumbuhan dan Perkembangan Kebudayaan Islam
Pendidikan islam pada
dasarnya adalah mewariskan nilai kebudayaan islam kepada generasi muda dan
mengembangkannya sehingga mencapai dan memberikan manfaat maksimal bagi hidup
dan kehidupan manusia sesuai dengan tingkat perkembangannya. Jika perkembangan
pendidikan islam pada masa rasulullah adalah merupakan masa penyemaian niali
kebudayaan islam kedalam sistem kebudayaan bangsa Arab, maka pendidikan islam
yang telah berkembang pada saat ini adalah merupakan pemupukan secara luas
nilai dan kebudayaan islam agar tumbuh dengan subur dalam lingkukngan yang
lebih luas.
Islam adalah agama fitrah, agama yang berdasarkan potensi dasar manusiawi
dengan landasan petunjuk Allah. Pendidikan islam berarti menumbuhkan dan
mengembangkan potensi fitrah tersebut, dan mewujudkannya dalam sistem budaya
manusiawi yang islami. Sehingga wajar apabila islam menerima budaya yang sesuai
ajaran islam dan menolak semua budaya yang menyimpang dari ajaran yang islami
lalu menggantinya dengan ajaran yang baru yang bersifat islami.
Masalah yang pertama dialami oleh para sahabat begitu rasulullah wafat ialah
siapa dan bagaimana pengganti yang menggantikannya. Berbagai pandangan berkembang
dikalangan sahabat tentang siapa yang berhak menggantikan rasulullah SAW
sebagai pemegang kekuasaan tertiggi. Ali bin Abi Thalib pun merasa berhak
menggantikan nabi karna faktor pewarisan, namun para sahabat sepakat menunjuk
Abu Bakar sebagai kholifah pengganti rasulullah.
Setelah Mu’awiyah berhasil merebut kekuasaan pada masa Ali, maka sistem politik
mengalami perubahan dengan banyak dipengaruhi oleh keuasaan raj-raja Romawi.
Dengan berkembangnya sistem politik ini, berkembang pulalah pola dan corak
kehidupan masyarakatnya. Pola kehidupan yang lama ingin dipertahankan oleh
masyarakat, sehingga menimbulkan banyak permasalahan yang membuat para sahabat
terpaksa untuk membuat ketentuan hukum.
Sebenarnya rasulullah telah memberikan pedoman untuk menentukan memberikan
keputusan hukum terhadap masalah-masalah baru yang berkembang dalam kehidupan
masyarakat. Yang terangkum dalam sebuah hadits yang meriwayatkan tentang
percakan rasul dengan Muadz bin Jabal ketika ia diangkat sebagai hakim di kota
Syam.
Petunjuk nabi Muhamad tersebut adalah dalam memberikan keputusan hukum tersebut
adalah pertama-tama hendaknya dicari ketetapan hukumnya dalam Al-Qur’an, jika
tidak ada hendaknya dicari dalam As-sunnah atau hadits, dan apa bila tetap
tidak menemukan maka menggunakan fikiran yang berupa ijtihad untuk memberikan
ketentuan hukum.
Dalam praktenya ternyata para sahabat tetap merasa kesulitan dalam menentukan
hukum, disamping Al-Qur’an hanya menjelaskan ketentuan hukum secara umum,
ternya para sahabat juga memiliki masalah dalam menentukan hadits yang sesuai,
karena para sahabat tidak semuanya menghafal hadits. Suatu perkara tersebut
menjadi sangat jelas ketika terdapat permasalah yang jauh dari para sahabat.
Sehingga timbullah pertanyaan tentang bagaimana pengunaan ra’yu ijtihad.
Dalam berijtihad kemudian berkembang dua pola, yakni Ahl Al-Hadits dalam
memberikan ketentuan hukum sangat bertegangan dengan hadits-hadits rasulullah,
sehingga bagaimanapun mereka berusaha mendapatkan hadits-hadits tersebut dari
sahabat-sahabat yang lain. Sehingga terjadilah usaha pengumpulan hadits-hadits
pada masa Khalifah Umar bin Abdul Azis.
Kemudian pola yang kedua adalah yang dikembangkan oleh Ahl Ar-ra’yu (ahli fikir).
Mereka ini karena keterbatasan hadits yang mereka terima dan terdapatnya banyak
hadits palsu, sehingga mereka hanya menerima hadits-hadits yang sokheh saja dan
lebih banyak menggunakan ra’yu dalam berijtihad. Sehingga ra’yu mendorong
terhadap penelitian tentang hadits, yang kemudian lahirlah ilmu hadits.
Berhadapan dengan pemikiran teologis dari orang kristen yang ingin merusak
ajaran islam, maka dalah islam berkembanglah ilmu teologi yang semula digunakan
khusus untuk melawan pemikiran teologis dari orang kristen, yang dikenal dengan
ilmu kalam. Kemudian ilmu kalam ini berkembang menjadi ilmu yang membahas
tentang berbagai pola pemikiran yang berkembang dalam dunia islam.
Pada garis besarnya, pemikiran islam dalam pertumbuhannya muncul dalam tiga
pola, yaitu :
- Pola pemikiran yang bersifat
skolastik, yang terikat pada dogma-dogma dan berfikir dalam rangka mencari
pembenaran terhadap dogma-dogma agama. Pola pikir ini terikat pada
ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits.menurut pola pemikiran ini, kebenaran
hanyalah didapat dari wahyu sedangkan akal berfungsi sebagai alat
penerimanya.
- Pola pemikiran yang bersifat rasional,
yang lebih mengutamakan akal fikiran. Pola fikir ini menganggap bahwa akal
fikiran sebagaimana juga halnya dengan wahyu, adalah merupakan sumber
kebenaran. Akal digunakan sebagai alat untuk mencari kebenaran sedangkan
wahyu hanya digunakan sebagai penunjang untuk mencari kebenaran.
- Pola berfikir yang bersifat batiniyah
dan intuitif yang berasal dari mereka yang mempunyai pola kehidupan
sufitis. Menurut pemikiran ini kebenaran yang tertinggi adalah diperoleh
dari pengalaman-pengalaman batin dalam kehidupan yang mistis dan dengan
jalan berkontemplasi. Dalam proses pemikiran ini, seorang yang ingin
mendapatkan kebenaran harus melalui beberapa tahapan, yakni :
- tahapan terbawah disebut syari’at
- tahapan tharikhat
- hakikat
- dan tahapan yang tertinggi disebut
dengan Ma’rifat. Pada golongan yang tertinggi ini seorang akan mendapatkan
kebenaran yang sesungguhnya yang pada mulanya dikembangkan oleh orang
sufi.
Dengan demikian jelaslah dengan semakin luasnya kekuasaan wilayah islam, maka
akan semakin luas pula perkembangan kebudayaan dan pemikiran umat islam.